Namaku Ratih, asalku dari Surabaya.
|
Ratih |
Umurku 26 tahun dan sudah lulus dari
sebuah universitas terkenal di Yogyakarta. Selama kuliah aku punya
teman kuliah yang bernama Iva. Iva adalah teman dekatku, dia berasal
dari Medan. Kami seumur, tinggi kami hampir sama, bahkan potongan rambut
kami sama, hanya Iva pakai kacamata sedangkan aku tidak. Kadang-kadang
teman-teman menyebut kami sebagai saudara kembar. Kami juga lulus pada
saat yang bersamaan. Satu-satunya yang berbeda dari kami ialah selama
setahun kuliah terakhir, Iva sudah bertunangan dengan Ari, seorang kakak
kelasku sedangkan aku masih berpacaran dengan Andy, juga kakak
kelasku.Salah satu persamaan lainnya ialah bahwa saat lulus itu kami
sama-sama sudah tidak perawan lagi. Kami saling terbuka dalam hal ini,
artinya kami saling bercerita mulai dari hal-hal yang mendalam misalnya
tentang perasaan, kegelisahan dan hal-hal lain tentang kami dan
pacar-pacar kami. Atau terkadang tentang hal-hal yang nakal misalnya
bagian-bagian erotis atau ukuran vital dari pacar-pacar kami, sehingga
darinya aku tahu bahwa milik Ari lebih panjang 3 cm dibandingkan milik
Andy. Dengan lugas kadang-kadang Iva bercerita bahwa dia tidak pernah
merasakan seluruh panjang batang milik Ari, diceritakannya pula bahwa
Ari tidak pernah bisa lebih lama dari 3 menit setiap kali berhubungan
badan dengannya. Meski begitu dia selalu merasa puas. Kadang-kadang aku
merasa iri juga dengan anugrah yang didapat Iva. Meskipun sebenarnya 15
cm milik Andy pun sudah cukup panjang, tapi membayangkan 18 cm milik Ari
terkadang cukup membuatku gundah. Belum lagi aku mengingat-ingat tak
pernah Andy sanggup bertahan lebih lama dari hitungan menit, mungkin
karena aku dan Andy selalu melakukan pemanasannya lama dan menggebu-gebu
(kadang-kadang malah aku atau Andy sudah lebih dulu orgasme pada tahap
ini), jadi ketika saat penetrasi sudah tinggal keluarnya saja. Meskipun
kadang-kadang cukup memuaskan tetapi rasanya masih saja ada yang kurang.
Belum lagi secara fisik, Ari lebih baik dari Andy dari penilaian
obyektifku. Semua perasaan itu tersimpan di diriku sekian lama selama
aku masih sering berhubungan dengan Iva, yang artinya juga sering
bertemu dengan Ari.Tepat sebulan setelah lulus, Iva menikah dengan Ari.
Lalu mereka berdua pindah ke Medan, sedangkan aku sendiri bekerja di
sebuah perusahaan multinasional di Yogyakarta. Beberapa lama kami sering
berkirim kabar baik lewat email maupun telepon. Iva sering menuliskan
apa saja yang sudah dilakukannya dalam kehidupan suami istrinya.
Diceritakannya betapa sering mereka berdua berhubungan intim, sebulan
pertama jika dirata-rata bisa lebih dari 1 kali sehari. Dengan nada
cekikikan sering juga diceritakannya bahwa memang milik Ari terlalu
panjang untuk kedalamannya, bahwa semakin lama Ari semakin tahan lama
dalam melakukannya yang oleh karenanya mereka sering terlambat bangun
pagi karena semalaman melakukannya sampai dini hari. Juga dengan nada
menggoda, diceritakannya betapa hangat semprotan sperma di dalam liang
kemaluan.Cerita yang terakhir ini sungguh merangsangku, karena meskipun
telah melakukannya, aku belum pernah merasakan hal itu. Selalu Andy
mengeluarkan spermanya di luar atau dia memakai kondom. Di perut atau
paha memang sering kurasakan hangatnya cairan itu, tetapi di dalam liang
kemaluan memang belum. Singkat kata semakin banyak yang diceritakannya
semakin membuatku ingin segera menikah. Masalahnya Andy masih ingin
menyelesaikan studi S2-nya yang mungkin kurang dari setahun lagi
selesai.Beberapa bulan kemudian Iva mengabarkan bahwa dia sudah hamil
sekian bulan. Semakin bertambah umur kandungannya semakin sedikit
cerita-cerita erotisnya. Ketika kandungan sudah beranjak lebih dari 7
bulan, dia bercerita bahwa mereka sudah tidak pernah berhubungan seks
lagi. Kadang-kadang dia bercerita bahwa sesekali dia me-masturbasi-kan
Ari, karena meskipun secara klinis mereka masih boleh berhubungan seks
tapi mereka khawatir. Jadi Ari terpaksa berpuasa. Sekian bulan kemudian
lahirlah putra pertamanya, Iva mengabarkan kepadaku berita gembira itu.
Kebetulan sekali perusahaanku mempunyai kebijaksanaan adanya liburan
akhir tahun selama dua minggu lebih. Sehingga aku memutuskan untuk pergi
ke Medan untuk menjenguknya. Andy terpaksa tidak bisa ikut karena dia
sedang hangat-hangatnya menyelesaikan tesisnya.Jadilah aku pergi
sendirian ke Medan dan segera naik taksi menuju rumahnya. Rumah Iva
adalah sebuah rumah yang besar untuk ukuran sebuah keluarga kecil. Rumah
itu adalah hadiah dari orang tua Iva yang memang kaya raya. Letaknya
agak keluar kota dan berada di dekat area persawahan dengan masih
beberapa rumah saja yang ada di sekitarnya. Ketika aku datang, di
rumahnya penuh dengan keluarga-keluarganya yang berdatangan
menjenguknya. Ari sedang menyalami semua orang ketika aku datang.
“Ratih, apa kabar? Sudah ditunggu-tunggu tuh!” dia memelukku dengan
hangat. Kemudian dia mengenalkanku kepada keluarga-keluarga yang datang.
Aku pun menyalami mereka satu persatu. Mereka ramah-ramah sekali. Ari
bercerita bahwa aku adalah saudara kembarnya Iva selama kuliah.
Keluarganya saling tersenyum dan berkomentar sana sini.Sekian saat
berbasa basi, Ari segera mengantarku masuk rumah dan langsung menuju
kamar Iva. Tampak Iva lebih gemuk dan di sampingnya tampak bayi lucu
itu.“Iva sayang, apa kabar?” aku mencium keningnya dan memeluknya
hangat.“Sudah siap-siap begituan lagi ya?” aku berbisik di telinganya
yang dijawabnya dengan cubitan kecil di lenganku.“Sstt.. harus
disempitin dulu nih!” dia menjawab dengan berbisik pula sambil
menggerakkan bola matanya ke bawah, aku tertawa.Singkat kata, hari itu
kami isi dengan berbasa-basi dengan keluarganya. Aku akhirnya menginap
di rumahnya itu karena semua keluarga menyarankan begitu. Iva dan Ari
pun tak keberatan. Aku diberi kamar yang besar di ujung ruangan
tengahnya. Rumahnya mempunyai 6 kamar besar dengan kamar mandi sendiri
dan baru satu saja yang telah diisi olehnya dan Ari. Hari itu sampai
malam kami isi dengan mengobrol di kamarnya menemani sang bayi yang baru
saja tidur. Sementara Ari menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai dosen di
ruang kerjanya.Akhirnya aku menyarankannya istirahat.“Sudah kamu
istirahat dulu deh Va!”“He eh deh, lelah sekali hari ini aku! Kamu masih
suka melek sampai malam?”“Iya nih!”“Itu ada banyak film di rak! Masih
baru lho!”“Oke deh! Sekali lagi selamat ya!” kucium keningnya.Aku keluar
kamar dan menutupnya perlahan. Ari bercelana pendek dan berkaos oblong
baru saja keluar dari ruang kerjanya.“Mau tidur?”“Sebenarnya aku sudah
lelah, tapi mataku tidak bisa terpejam sebelum jam 2 malam nih! Katanya
punya banyak film?”“Itu di rak, buka aja!”“Oke deh!”Ari masuk kamar Iva.
Kupilih satu film, judulnya aku lupa, lalu kuputar. Beberapa saat
kemudian Ari keluar kamar dan tersenyum.“Masih dengan kebiasaan lama?
Melek sampai malam!”“He eh nih!”“Gimana kabarnya Andy?”“Dua bulan lagi
selesai tesisnya! Terus kami mau menikah, kalian datang ya!”“Oh pasti!
Mau minum, aku buatin apa?”“Apa aja deh!”Sebentar kemudian Ari keluar
dengan dua botol soft drink di tangannya.“Pembantu pada kelelahan nih!
Jadi ini saja ya!”“Makasih!” aku ambil satu dan meminumnya langsung,
rasanya segar sekali.“Kalo ada perlu aku lagi ngerjain proyek nih di
ruang kerja”, ketika Ari beranjak sekilas aku melihat tatapan yang belum
pernah kulihat darinya, sekilas saja.“Oke, makasih!”Tak berapa lama aku
melihat film itu, mataku ternyata tidak seperti biasa, tiba-tiba terasa
berat sekali. Aku segera matikan player itu, berjalan ke depan ke ruang
kerja Ari.“Ari, aku tidur dulu deh! sudah kumatiin semua!” “Oke deh,
istirahat dulu ya!”Aku segera masuk kamar, menutup pintu, segera ganti
baju dengan kaos tanpa bra dan celana pendek saja dan langsung ambruk di
atas ranjang. Aku masih sempat mematikan lampu dan menggantinya dengan
lampu tidur yang remang-remang. Aku langsung terlelap, saat itu mungkin
sekitar pukul satu dinihari.Tak terasa berapa lama aku tidur, ketika aku
merasakan sesuatu menindihku. Aku terbangun dan masih belum sadar ada
apa, ketika seseorang menindihku dengan kuat. Nafasnya terasa hangat
memburu di wajahku. Ketika sepenuhnya sadar aku tahu bahwa Ari sedang di
atas tubuhku dan sedang menggeranyangiku dengan ganas, mengelus-elus
pahaku dan mencoba mencium bibirku. Beberapa lama aku tidak tahu harus
bagaimana. Jika aku berteriak, aku kasihan pada Iva, jika sampai dia
tahu. Selain itu sosok Ari telah kukenal dekat sehingga aku tak perlu
menjerit untuk membuatnya tidak melakukan itu.“Ar, kamu apa-apaan?”
kataku sambil mencoba mendorongnya dari tubuhku. “Bantulah aku Rat!
Telah lama sekali!” sambil berkata begitu dia terus menggeranyangi
tubuhku.Tangannya mendarat dengan mantap di atas payudaraku dan
meremas-remasnya. Jika saja aku tadi masih memakai BH-ku mungkin rasanya
akan lain. Tapi kali itu hanya kain kaos yang tipis saja yang
memisahkannya dengan tangannya. Selain itu samar-samar kurasakan sesuatu
yang mengeras menimpa pahaku. Aku tidak asing lagi dengan benda itu.
batang kemaluannya telah tegang penuh.”Ari..!” dia mencoba menciumku.
Entah antara ingin mengatakan sesuatu atau ingin menghindar, aku malah
menempatkan bibirku tepat di bibirnya. Yang terjadi kemudian aku malah
membalas lumatannya yang ganas sekali. Beberapa lama itu dilakukannya,
cukup untuk membuat puting susuku mengeras, yang kuyakin dirasakannya di
dadanya.“Kalo Iva tahu gimana dong?”“Ayolah sebentar saja tak akan
membuatnya tahu!” bisik Ari.Entah untuk mencari pembenaran atas
keinginan terpendamku atau mencoba untuk terlihat tidak terlalu permisif
akhirnya yang keluar dari mulutku adalah, “Ar.. aku akan melakukannya
untuk Iva!”Seperti bendungan jebol, Ari langsung kembali melumatku
dengan ganas. Aku pun tampaknya memang telah terhanyut oleh
perbuatannya, sehingga langsung membalas lumatan bibirnya. Tampaknya
dalam hal beginian Andy lebih jagoan, dia bisa membuatku basah kuyup
hanya dengan ciumannya. Sedangkan Ari tampak tersengat ketika aku
langsung membalas lumatan bibirnya dengan ganas.Beberapa lama kami
melakukan lumatan-lumatan itu, kemudian Ari bangkit dari atas tubuhku
dan berlutut di antara pahaku. Dia kemudian menarik kaosku ke atas tanpa
melepasnya dari tubuhku sehingga payudaraku terbuka, terasa dingin oleh
AC. Beberapa saat kemudian aku merasakan jemarinya kembali
meremas-remasnya perlahan, bukan itu saja kemudian aku merasakan
bibirnya mendarat dengan mulus memilin-milin puting susuku yang
kurasakan semakin mengeras. Tapi sebenarnya sebagian kecil tubuhku masih
menolak perbuatannya itu, mengingat kedekatanku dengan Iva. Meski
begitu sebagian besar lainnya tak bisa menolak rangsangan-rangsangan
itu.Beberapa saat Ari bermain-main dengan puting dan gundukan
payudaraku. Kemudian dia bangkit dan menarik lepas celana pendek dan
celana dalamku. Dengan segera aku merasakan tangannya membuka kedua
pahaku dan sebentar kemudian kurasakan jemarinya menyapu permukaan liang
kemaluanku. Ujung-ujung jemarinya mengelus-elus klitorisku dengan
cepat, cukup cepat untuk membuat rangsangan bagiku. Walau begitu tetap
saja gelitikannya semakin merangsangku.Tak berapa lama dia kembali
berhenti. Sekali lagi dalam hal pemanasan ini Andy masih lebih baik
dibandingkan Ari. Dalam keremangan, aku melihatnya berdiri dan menarik
celana pendek dan kaos oblongnya sehingga Ari akhirnya telanjang bulat.
Justru di sinilah nafsuku langsung naik dengan sangat cepat demi
menyaksikan tubuhnya di dalam keremangan lampu tidur di kamar itu.
Sesuatu di tengah tubuhnya langsung membakarku, batang kemaluan yang
sedang tegang dan tampak sedikit melengkung ke atas. Bentuknya yang
gemuk, panjang dan berkepala bonggol itu langsung menggelitikkan rasa
terangsang yang amat sangat mengalir dari mata dengan cepat langsung
menggetarkan selangkanganku.Aku segera saja merasa gelisah dan tak
sabar.“Ar.. Ke sini deh!”Dengan bertelanjang bulat, Ari berjalan
mendekat kepadaku dan naik ranjang, langsung berlutut di samping
tubuhku, batang kemaluannya yang tegak itu tampak jauh lebih besar jika
dilihat dari baliknya.“Ada apa Rat?”“Kadang-kadang aku punya impian yang
bahkan Iva pun tak tahu apa itu?”“Apa coba?”“Jangan diketawain ya. Iva
sering bercerita tentang ini! Dan kadang-kadang timbul keinginan untuk
sekedar memandangnya”, sambil berkata begitu kuraih batang kemaluannya
itu dan kugenggam erat batang dan sebagian kepalanya sehingga seperti
kalau sedang memegang persneling mobil. Ari tampak sedikit gugup ketika
genggamanku mendarat mulus di batang kemaluannya tanpa diduga-duga
olehnya. Tubuhnya seperti terdorong ke belakang sedikit sehingga semakin
mengangkat posisi batang kemaluannya dari posisi berlututnya. Beberapa
saat aku merasakan kerasnya batang kemaluannya itu.Pantas sekali kalau
Iva begitu membangga-banggakannya. Dan emang selisih tiga centi terasa
sekali secara visual.“Nih sudah, kamu boleh apain aja deh! Oh ya Iva
sudah cerita apa saja ke kamu?”“Banyak pokoknya!”“Kalo sama punya
Andy?”“No comment deh!” nada bicaraku agak mendesah.Ari tersenyum dan
bangkit dari sampingku terus membuka pahaku dan mulai mengambil posisi.
Ketika bangkit aku melihat pinggulnya seperti bertangkai oleh cuatan
batang kemaluannya itu. Dia memandangku sebentar, kubalas dengan
pandangan yang sama.“Pelan-pelan ya Ar!”“Lho, sudah pernah khan?”“Iya,
tapi..”“Tidak segini ya?” Dia kembali tersenyum.Aku cuma tersenyum kecut
demi ketahuan kalau punya Andy tidak sebesar punyanya. Perlahan-lahan
Ari mengangkat kedua pahaku dan menyusupkan lututnya yang tertekuk di
bawahnya sehingga ketika dia meletakkan pahaku kembali keduanya
menumpang di atas paha atasnya yang penuh rambut. Dengan posisi seperti
itu selangkangannya langsung berhadapan dengan selangkanganku yang agak
mendongak ke atas karena posisi pahaku. Aku hanya bisa menunggu seperti
apakah rasanya. Aku merasakan perlahan-lahan Ari membuka sekumpulan
rambut kemaluanku yang rimbun di bawah sana dan beberapa saat kemudian
sesuatu yang tumpul menggesek-gesek daging di antara sekumpulan itu
dengan gerakan ke atas dan ke bawah menyapu seluruh permukaannya, dari
klitoris sampai ke lubang kemaluanku. Rasa terangsangku segera memuncak
kembali merasakan sensasi baru itu.“Ayolah Ar, keburu bangun!”“Ini baru
jam 3.15?“Iya siapa tahu?”Perlahan-lahan aku merasakan gesekan kepala
batang kemaluannya tadi berhenti di area dekat lubangku tepat pada
posisi membuka bibir-bibir labiaku sehingga langsung berhadapan dengan
lubang di bawahnya itu. Sesaat kemudian sesuatu yang besar dan tumpul
serta hangat menyodoknya perlahan-lahan. Tanpa hambatan yang terlalu
kuat, kepalanya langsung masuk diikuti batangnya perlahan-lahan. Aku
segera merasakan nikmat akibat gesekan urat-uratnya itu di dinding
lubang kemaluanku. Sampai tahap ini sebenarnya rasanya tidak beda jauh
dari punya Andy, walaupun tidak sepanjang punya Ari ini tapi cukup
gemuk. Tapi semakin lama tubuhku segera bereaksi lain ketika batang itu
mulai masuk semakin dalam. Dan ketika semuanya masuk ke dalam, aku
segera merasakan rasa nikmat yang amat sangat ketika ujung kepala
batangnya itu mentok di dinding bagian dalam liang kemaluanku. Aku
segera mencari lengannya dan mencengkeramnya erat.Ari berhenti sesaat
dan menarik nafas panjang sekali. “Rat.. Ini yang kucari!” Ari berbisik
perlahan sekali tapi cukup terdengar olehku. Kutahu apa yang
dimaksudnya. Sesuatu yang sanggup menelan semua panjang batangnya itu.
Ari tidak segera bergerak tapi seperti menggeliat dalam tancapan penuh
batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku itu. Tampaknya reaksi dari
bagian yang belum pernah tertelan itu sangat mempengaruhi dirinya. Dia
bahkan belum bergerak sampai sekian puluh detik ke depan, wajahnya
tertunduk, kedua tangannya mencengkeram pinggulku, meraih-raih pantatku
dan meremas-remasnya dengan ganas cenderung kasar. Dengan sedikit nakal,
aku mencoba mengejan, mengkontraksikan otot-otot di sekeliling
selangkanganku.Walaupun terasa penuh oleh masuknya batang kemaluannya
itu aku mulai bisa melakukan kontraksi itu dengan teratur. Tak terlihat
tapi efeknya luar biasa. Aku merasakan kedua tangannya dengan liar
memutar-mutar, meremas dan mencengkeram bongkahan pantatku, pastinya
karena reaksi dari apa yang kulakukan pada batangnya itu. Dia segera
ambruk di atas tubuhku dan segera mengambil posisi menggenjot, kedua
tangannya diletakkan di antara dadaku, salah satunya menyangkutkan paha
kananku sehingga mengangkat selangkanganku ke atas sedangkan paha kiriku
otomatis terangkat sendiri. Paha kanannya masih tertekuk sedangkan kaki
kirinya diluruskannya ke bawah sehingga mempertegas sudut tusukan
batang kemaluannya di liang kemaluanku.Dia mulai mencabut batang
kemaluannya yang beberapa lama tadi masih tertancap penuh di dalam
tubuhku dan belum sampai tiga perempat panjang batangnya keluar, dia
langsung menghujamkannya dengan kuat ke bawah sehingga menekan kuat area
ujung rahimku. Kemudian ditariknya lagi dan ditusukkannya kembali.
Mulailah terasa beda pengaruh panjangnya terhadap kenikmatan yang
kurasakan. Hal ini mungkin dikarenakan bidang gesekan satu arahnya yang
panjang dan lebih lama sehingga mengalirkan kenikmatan yang lebih kuat
pula.“Arr..! Jangan kuat-kuat..!” tapi sebenarnya aku sangat
menikmatinya. Ari tampaknya tak peduli, dia terus saja bergerak-gerak
dengan kuat dan semakin cepat. “Oh.. Rat.. Ratih!” dia terus menggenjot
dan tak terasa begitu cepat 5 menit yang pertama terlewati dan dia masih
tangguh saja memompa liang kemaluanku. Benar kata Iva. Pagi itu tak ada
seorang pun yang bangun dan terjaga, tapi kami berdua malah sedang
mencoba mendaki dengan alasan yang berbeda. Kalau Ari karena tak tahan
menunggu Iva berfungsi kembali sedangkan aku karena ingin saja. Sekitar
sekian saat setelah 5 menitnya yang ketiga, aku jebol. Gesekan urat-urat
batang kemaluannya itu meledakkan tubuhku dengan kuat sehingga
membuatku menjepitkan pahaku ke tubuhnya. Bukan itu saja senam yang
teratur yang aku ikuti ternyata berguna pada saat itu.Tepat pada
puncaknya kutahan kontraksi di liang kemaluanku dan sekuat tenaga
kupertahankan agar tidak segera meledak. Sesaat aku merasakan aliran
arus balik di tubuhku tapi tidak lama jebol juga sehingga dibawah
genjotan cepatnya aku merasakan tiba-tiba seperti melayang di angkasa
luas tanpa batas. Tubuhku kaku, kejang, nafasku memburu dan keluar
tertahan-tahan bersamaan dengan keluarnya bunyi-bunyian yang tidak jelas
nadanya dari bibirku.“Ohh.. eehh.. hmm.. Ar.. yang kuat!” Mungkin
gabungan antara suara dari bibirku dan mungkin cengkeraman-cengkeraman
kuat dari dinding-dinding liang kemaluanku, segera membuatnya bergerak
cepat dan kuat sekali. Aku tidak pernah merasakan kekuatan sekuat dan
setahan itu dari Andy. Tubuhku kejang sampai dia menyelesaikan 5
menitnya yang keempat dan masih terus bergerak mantap. Sampai orgasmeku
mereda aku merasakan gerakannya semakin cepat dan kuat dan belum sampai
pertengahan 5 menitnya yang kelima, Ari pun jebol juga.Posisi kami
selama itu masih belum berubah, tapi ketika dia mau menyelesaikan
genjotan-genjotan terakhirnya dia menggerakkan tubuhku ke kiri sehingga
menggerakkan seluruh tubuhku miring ke kiri dan paha kananku tepat
menumpang di atas dadanya sedangkan paha kiriku berada di antara kedua
pahanya. Ketika posisinya pas, dia langsung bergerak cepat. Dalam posisi
itu ternyata rasanya lain karena yang menggesek dinding lubang
kemaluanku pun dinding yang lain dari batang kemaluannya. Tapi orgasmeku
yang pertama rasanya terlalu kuat untuk diulangi dalam waktu sedekat
itu, sehingga meskipun rasanya memuncak lagi tapi ketika aku merasakan
semprotan-semprotan panas seperti yang diceritakan Iva kepadaku itu aku
belum bisa meraih orgasmeku yang kedua.“Hoohh.. Hooh.. Hoo..
Rat..Ratih!” Ari bergerak-gerak tak teratur dan hentakan-hentakannya
ketika orgasme itu tampak liar dan ganas tapi terasa nikmat sekali
bagiku. Aku memegang kedua lengannya yang berkeringat sampai dia
menyelesaikan orgasme itu. Sesekali aku mengusap wajahnya dengan lembut.
Beberapa lama tubuhku kaku karena posisi kaki-kakiku itu, sampai
akhirnya dia ambruk di samping kiriku. Batang kemaluannya tercabut
dengan cepat dan semuanya itu membuat posisi kembaliku agak terasa linu,
terutama di paha bagian dalamku.Kami terdiam dalam pikiran
masing-masing. Aku telentang sedangkan Ari tengkurap di sampingku basah
kuyup oleh keringat. Tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu perlahan-lahan
dari balik pintu kamar. Tiba-tiba Ari panik dan segera mengenakan celana
pendek dan kaosnya. Batang kemaluannya meskipun sudah lemas tapi masih
belum seluruhnya lemas sehingga tampak menggunduk di celana pendeknya.
Aku melirik jam, sudah hampir jam 4 pagi. Ari dengan sedikit
tertatih-tatih berjalan perlahan tanpa suara ke arah pintu kamarku,
membukanya perlahan dan sebelum keluar sempat melihatku sejenak dan
tersenyum.Tinggallah aku sendiri di kamarku dan aku mencari-cari celana
pendekku dan segera mengenakannya. Aku terus menarik kaosku ke bawah
sehingga menutupi payudaraku yang pasti penuh pagutan-pagutan merah. Dan
dengan sisa-sisa tenaga mencoba merapikan sprei yang terasa lembab di
tanganku. Mungkin karena lelahnya aku kembali terlelap dan terbangun
hampir jam 10.00 pagi.Singkat kata hari itu kuselesaikan segala urusan
di Medan. Rasanya tak ada hambatan dengan segala hal yang terjadi. Iva
biasa-biasa saja tidak terlihat seperti curiga, bahkan wajah cerianya
tampak sedih ketika pada hari ketiga aku terpaksa harus pamit untuk
pulang. Ari mengantarku ke bandara dan sebelum aku naik ke pesawat
sempat Ari mengucapkan terima kasih. Aku membalasnya dengan terima kasih
juga sambil tak lupa tersenyum manis penuh arti.Sampai tiga bulan
setelah aku meninggalkan Medan, tiba-tiba Iva mengirimiku email yang
menyentakku, isinya begini, “Rat, sebenarnya aku tidak ingin
menyinggung-nyinggung soal ini tapi akhirnya agar kamu tahu terpaksa deh
aku ungkapin. Tidak tahu aku harus mengucapkan terima kasih atau malah
mencaci kamu. Kamu tega deh, di saat puncak kebahagianku kamu malah
melakukannya dengan Ari. Aku tahu bukan kamu yang memulai, dan aku tahu
sekali kamu tidak akan mau melakukannya jika tanpa sesuatu sebab.
Sebenarnya aku kasihan juga sama Ari, bayangkan hampir dua bulan
terakhir sebelum aku melahirkan, dia tidak pernah melakukannya, meskipun
hanya sekedar masturbasi. Belum lagi ditambah dua bulan setelah aku
melahirkan aku masih belum bisa melayaninya. Dan aku tidak
menyalahkannya jika akhirnya dia memintamu melakukannya. Dan jika
akhirnya kamu terpaksa melayaninya, kuucapkan terima kasih telah
menggantikanku. Mungkin itu saja deh Rat, yang perlu untuk kamu ketahui.
Aku tidak tahu harus bagaimana tapi sudah deh segalanya sudah terjadi,
mohon jangan mengulanginya lagi ya! Please! Aku sudah omong-omong
tentang ini sama Ari dan dia menangis habis-habisan menyesalinya. Oke,
udahan dulu ya. Bales ya secepatnya!” Iva. “NB: sedikit nakal, kok
sekarang Ari jadi ganas gitu sih? Kalo ini karena kamu makasih ya!
Terakhir, bagaimana dia melakukannya? Hi.. hi.. hi Jangan khawatir aku
tetap sahabatmu.”Berhari-hari setelah itu aku kebingungan
mempertimbangkan apa yang harus kulakukan terhadap ini, sampai akhirnya
aku harus menjawab juga.“Iva sayang, hanya maaf yang bisa aku mohonkan
ke kamu. Aku tidak ingin membela diri, aku salah dan aku janjikan itu
tidak akan terulang lagi. Jika ada yang bisa aku lakukan untuk
menebusnya? Katakan saja kepadaku! Aku tidak punya lagi kata-kata
apapun, jadi sekali lagi maaf ya!” Ratih“NB: tentang yang ganas-ganas
itu aku tidak tahu tanya aja sama dia, tapi kalo tentang pertanyaan yang
kedua, jawabannya secara jujur ya iya. Mohon maaf sekali lagi!”Email
balasanku pagi itu terkirim, sorenya langsung dibalas dan isinya,
“Ratih, Oke deh. Meskipun agak sakit, kita kubur jauh-jauh peristiwa
itu. Kapan kamu menikah? Kabarin lho! Aku punya ide (agak liar), supaya
setimpal, gimana kalo nanti pas kamu mengalami saat-saat yang sama kayak
aku, boleh dong aku mbantuin Andy? He.. He.. He.. (gambar tengkorak
lagi tertawa!)” IvaNah loh! Akhirnya memang begitu yang terjadi setahun
kemudian, jadi kedudukanku dengan Iva menjadi 1-1.
1 komentar:
Very good idea you've shared here, from here I can be a very valuable
new experience. all things that are here will I make the source of
reference, thank you friends...
obat vimax canada
obat hammer thor's
Titan Gel Asli
obat pembesar penis
vimax canada
pembesar penis
obat pembesar
agen vimax
apotik vimax
obat penis bikin besar
pembesar titan gel
distributor vimax
Cara mempembesar dan perpanjang alat vital pria
Posting Komentar
Silahkan Kocok Di Sini !